Mengelola Emosi
Oleh M Musrofi dipublikasikan pada 23 Februari, 2025
Kita dan anak-anak kita dibimbing oleh kekuatan yang lebih tinggi yang berupa perasaan ketimbang pikiran. Emosi atau perasaan yang positif, akan menghasilkan pikiran akan jernih. Pikiran jernih menghasilkan ucapan dan tindakan yang baik.
Tidak mengejutkan bila hasil penelitian Daniel Goldman menunjukkan bahwa: IQ (kecerdasan intelektual) hanya menyumbang 20% kesuksesan. Kesuksesan sebagian besar (80%) dipengaruhi oleh EQ (kecerdasan emosi).
Maka tahap awal yang sangat penting adalah mengusahakan agar anak memiliki perasaan positif (positive feeling). Ini tahap yang sangat menentukan apakah anak bisa belajar (berpikir) dengan baik atau tidak. Sayangnya orang tua dan guru jarang yang memperhatikan perasaan anak atau siswanya.
Sederhananya begini, misalnya ketika perasaan Anda merasa optimis dan penuh suka cita, maka pikiran Anda jadi jernih bukan? Sebaliknya ketika Anda tengah merasa sedih dan takut, pikiran Anda jadi "semrawut" bukan? Anda mengatakan, "Saya lagi tidak bisa mikir nih."
Begitu pula dengan anak atau siswa Anda, ketika perasaan mereka penuh ketakutan, sedih, pesimis, mereka sebenarnya juga tidak bisa mikir. Dengan kata lain mereka tidak bisa belajar dengan baik.
D.R. Hawkins meneliti berbagai perasaan dikaitkan dengan kekuatan atau energi dari perasaan tersebut (lihat Tabel). Ternyata perasaan tertentu memiliki energi yang besarnya tertentu pula. Dari tabel, nampak bahwa perasaan yang memiliki energi yang sangat besar adalah pencerahan, damai, suka cita, cinta, pemahaman, menerima-memaafkan, optimis, netralitas. Semua perasaan tersebut, kita namakan perasaan atau emosi positif. Sedangkan “berani” bisa dikatakan sebagai batas emosi positif dan negatif. Artinya perasaan bangga, amarah, keinginan yang membara, takut, kesedihan yang mendalam, apatis, rasa bersalah dan rasa malu; semua perasaan ini termasuk emosi negatif.
Tugas orang tua dan guru adalah agar anak memiliki emosi positif, menghindari emosi negatif. Bacalah Memotivasi Anak yang Keliru: Kata-kata Negatif. Baca juga Membandingkan Anak Satu dengan Anak Lain.
Emosi Negatif
- Rasa malu: Rasa malu karena dipermalukan. Misal, di permalukan di muka umum. Anak dibandingkan dengan anak yang lain. Merasa tidak berharga, membenci dirinya sendiri, merasa sengsara. Rasa malu di sini adalah rasa percaya diri yang sangat rendah, merasa dikucilkan, korban bullying, dan lain-lain.
- Rasa Bersalah: Tidak bisa memaafkan diri sendiri atas kejadian masa lalu. Lebih banyak pikiran negatif ke diri sendiri dan orang lain. Seringkali menyalahkan orang lain.
- Apatis: Putus asa, tidak memiliki harapan, tidak berdaya.
- Kesedihan Mendalam: Merasa sedih, kehilangan, menyesali perbuatan diri berlebihan. Merasa sangat tidak bahagia. Misal, anak sedih karena dibandingkan dengan anak yang lain. Anak sedih karena tekanan dari orang tua maupun guru.
- Takut: Terus diliputi rasa khawatir dan takut. Melihat kehidupan adalah berbahaya dan tidak aman. Misal kata-kata,"Kalau kamu malas, kamu akan bodoh." Diganti dengan kata-kata,"Kalau kamu rajin, kamu pandai." Dua kalimat itu sama, tetapi diterima berbeda oleh anak.
- Keinginan Membara: Membuat ketagihan-kecanduan, jika tidak terpenuhi keinginannya muncul kekecewaan mendalam.
- Marah: Marah itu ungkapan rasa benci, frustasi, balas dendam. Bisa agresif dan antagonis (kasar, tidak asik, dan selalu melawan).
- Bangga: Menghina, meremehkan, merendahkan sesama.
Emosi Positif
- Berani: Berdaya. Yang di pikiran dan perasaan: kemungkinan lebih baik.
- Netral: Merasa rileks dan fleksibel menjalani hidup. Aman dan percaya diri. Contoh: Jika anak menang dalam suatu lomba, itu bagus, jika tidak menang, tidak masalah.
- Kemauan: Perasaan optimis dan kemauan melakukan hal dengan sebaik-baiknya, bukan melakukan seadanya.
- Penerimaan: Keadaan yang ada saat ini diterima dengan rela (rida), dengan penuh rasa syukur. Suka memaafkan. Pasrah bukan ketidakberdayaan, terapi kepasrahan hati, sehingga tenang, usaha tetap dilakukan.
- Berpikir: komitmen memberi manfaat ke sesama. Berpikir jernih solutif.
- Cinta: Bergaul dengan penuh rasa hormat, tulus, ramah. Mengetahui dan menyadari bahwa kita saling terhubung satu sama lain sebagai ciptaan-Nya.
- Suka Cita: Merasa tenang, rasa kasih sayang ke sesama, penuh kesabaran. Melihat kehidupan sebagai keindahan, dan kesempurnaan.
- Kedamaian: Selalu merasa bahagia luar biasa. Bekerja demi kamanusiaan. Karya-karya monumental lahir di tingkat kesadaran ini.
- Pencerahan: Melebihi cinta, damai atapun bahagia. Sama sekali tidak ada satu pun kata dari bahasa manapun di bumi ini yang mampu menggambarkanya.
Referensi
- Tulisan di atas, diambil dari buku penulis (M Musrofi) yang berjudul “Melesatkan Prestasi Akademik Tanpa Stress dan Tanpa Menambah Jam Belajar”, Penerbit Pustaka Insan Madani, Klaten, Jawa Tengah, 2010. Dan dari sumber yang lain.